Masalah politik antara Israel dan Palestina adalah salah satu konflik paling kompleks dan berkepanjangan di dunia, dengan akar yang mendalam terkait tanah, identitas nasional, agama, dan sejarah. Berikut adalah beberapa poin utama yang menjelaskan permasalahan politik ini:
1. Latar Belakang Sejarah: Konflik ini berawal dari klaim historis dan agama atas wilayah Palestina yang kini menjadi Israel dan wilayah Palestina. Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, migrasi Yahudi ke Palestina yang didorong oleh Zionisme (gerakan yang bertujuan mendirikan negara Yahudi) mulai meningkat, menyebabkan ketegangan dengan penduduk Arab yang tinggal di sana. Ketika Kekaisaran Ottoman runtuh setelah Perang Dunia I, Palestina berada di bawah Mandat Inggris, yang pada 1917 mengeluarkan Deklarasi Balfour, menyatakan dukungan untuk βtanah air Yahudiβ di Palestina, tanpa mengabaikan hak-hak penduduk Arab.
2. Pembentukan Negara Israel (1948): Pada tahun 1947, PBB mengusulkan rencana pembagian wilayah, yang membagi Palestina menjadi negara Yahudi dan negara Arab, dengan Yerusalem di bawah kendali internasional. Rencana ini diterima oleh komunitas Yahudi tetapi ditolak oleh sebagian besar negara Arab dan pemimpin Palestina. Pada 1948, Israel mendeklarasikan kemerdekaannya, yang memicu perang Arab-Israel pertama. Dalam perang ini, ratusan ribu warga Palestina mengungsi, dan Israel berhasil menguasai wilayah yang lebih luas daripada yang diusulkan oleh PBB.
3. Perang dan Pendudukan Wilayah (1967): Pada tahun 1967, dalam Perang Enam Hari, Israel mengambil alih Tepi Barat, Jalur Gaza, Yerusalem Timur, dan Dataran Tinggi Golan. Sejak saat itu, Tepi Barat dan Yerusalem Timur tetap di bawah kendali militer Israel, meskipun sebagian besar komunitas internasional menganggapnya sebagai wilayah pendudukan. Masalah pemukiman Israel di Tepi Barat dan Yerusalem Timur menjadi sumber ketegangan, karena warga Israel yang menetap di sana terus bertambah, memperumit klaim teritorial Palestina.
4. Upaya Perdamaian: Beberapa upaya perdamaian telah dilakukan untuk menyelesaikan konflik ini, termasuk Kesepakatan Oslo pada 1993 dan 1995, yang memberikan otonomi terbatas kepada Otoritas Palestina (PA) di Tepi Barat dan Gaza. Namun, status akhir wilayah-wilayah utama, pengungsi Palestina, dan status Yerusalem tetap menjadi titik perdebatan yang belum terselesaikan.
5. Dua Negara atau Satu Negara: Solusi dua negara (Israel dan Palestina yang berdampingan dengan batas 1967) adalah pendekatan yang paling umum diusulkan untuk menyelesaikan konflik ini. Namun, solusi ini menghadapi hambatan, terutama terkait pemukiman Israel, pembagian Yerusalem, dan hak kembali bagi pengungsi Palestina. Di sisi lain, ada usulan solusi satu negara, yang melibatkan satu negara gabungan dengan hak yang sama bagi semua warga, tetapi usulan ini dianggap sulit diterima baik oleh pihak Israel maupun Palestina.
6. Peran Kelompok-Kelompok Utama:
Fatah dan Otoritas Palestina (PA): Fatah adalah partai yang mendominasi PA, yang memiliki kontrol terbatas atas Tepi Barat. PA secara umum mendukung solusi damai melalui diplomasi dan perundingan.
Hamas: Hamas, yang menguasai Jalur Gaza, memiliki posisi yang lebih keras terhadap Israel dan tidak mengakui negara Israel. Ketegangan antara Fatah dan Hamas sendiri juga menghambat persatuan Palestina dalam menghadapi Israel.
7. Status Yerusalem: Yerusalem adalah salah satu titik konflik terbesar. Kota ini dianggap suci oleh tiga agama besar (Yahudi, Islam, dan Kristen). Israel mengklaim Yerusalem sebagai ibu kotanya, sementara Palestina menginginkan Yerusalem Timur sebagai ibu kota masa depan mereka. Komunitas internasional sebagian besar tidak mengakui klaim Israel atas seluruh Yerusalem.
8. Dampak Internasional dan Dukungan Luar Negeri: Konflik ini melibatkan dukungan dan intervensi dari negara-negara besar, termasuk Amerika Serikat, yang merupakan sekutu dekat Israel, serta beberapa negara Arab dan Iran, yang mendukung perjuangan Palestina. Dukungan luar negeri ini memainkan peran penting dalam menjaga ketegangan dan mempengaruhi arah kebijakan.
9. Krisis Kemanusiaan di Gaza: Jalur Gaza berada di bawah blokade yang ketat oleh Israel sejak Hamas mengambil alih kekuasaan pada 2007. Blokade ini membuat Gaza menghadapi masalah kemanusiaan yang serius, dengan krisis energi, kurangnya air bersih, tingkat pengangguran yang tinggi, dan keterbatasan akses medis. Situasi ini menimbulkan keprihatinan di seluruh dunia dan memperburuk persepsi terhadap konflik.
Secara keseluruhan, konflik Israel-Palestina merupakan isu yang sangat kompleks dan melibatkan banyak aspek politik, sosial, budaya, dan agama.