Pernyataan atau kabar yang menyebutkan bahwa kelompok Houthi di Yaman, yang didukung oleh Iran, menyerang Israel atau berencana melakukan serangan terhadap Israel, bisa jadi merujuk pada ketegangan yang semakin meningkat di kawasan Timur Tengah, di mana berbagai aktor, termasuk negara-negara besar dan kelompok militan, sering terlibat dalam konflik proxy atau perang melalui pihak ketiga.
Jika pernyataan tersebut merujuk pada situasi yang lebih baru atau perkiraan skenario geopolitik, berikut adalah konteks yang lebih luas tentang hubungan antara kelompok Houthi, Iran, dan negara-negara Arab, serta peran Raja Arab, seperti Raja Salman atau Raja Abdullah II:
1. Hubungan Houthi dengan Iran
Kelompok Houthi, yang merupakan kelompok pemberontak Syiah Zaidi di Yaman, telah lama didukung oleh Iran dalam konteks perang saudara Yaman yang dimulai pada 2014. Iran memberikan dukungan militer, finansial, dan logistik kepada Houthi, yang dalam beberapa tahun terakhir telah melakukan serangan terhadap negara-negara tetangga, terutama Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA). Sementara itu, Houthi menganggap dirinya sebagai “gerakan perlawanan” terhadap intervensi asing di Yaman, tetapi serangan mereka, termasuk menggunakan rudal dan drone, telah meluas hingga ke wilayah Arab Saudi, UEA, dan bahkan Israel dalam bentuk ancaman atau pesan provokatif.
2. Houthi dan Isu Israel
Meskipun kelompok Houthi telah menyuarakan dukungan terhadap Palestina dan sering kali mengkritik kebijakan Israel terhadap Palestina, sejauh ini mereka lebih terfokus pada serangan terhadap Arab Saudi dan negara-negara Teluk lainnya, yang mereka anggap sebagai sekutu utama Amerika Serikat dan Israel. Namun, adanya retorika yang lebih keras atau ancaman terhadap Israel bukanlah hal yang tidak mungkin dalam dinamika politik Timur Tengah, terutama ketika ketegangan dengan negara-negara Arab meningkat.
3. Reaksi Raja Arab (Salman atau Abdullah II)
Jika terjadi ancaman atau bahkan serangan terhadap Israel yang melibatkan kelompok Houthi yang didukung Iran, respons dari negara-negara Arab, terutama dari pemimpin-pemimpin seperti Raja Salman (Arab Saudi) atau Raja Abdullah II (Yordania), akan menjadi penting untuk dipertimbangkan. Keduanya telah menegaskan bahwa mereka mendukung Palestina, tetapi juga memiliki hubungan yang rumit dengan Israel, terutama terkait dengan normalisasi hubungan yang dilakukan oleh negara-negara Teluk seperti UEA dan Bahrain.
Arab Saudi: Meski belum secara resmi menormalisasi hubungan dengan Israel, Arab Saudi telah menunjukkan keterbukaan untuk berbicara dengan Israel dalam konteks mengatasi ancaman bersama, seperti yang ditimbulkan oleh Iran. Raja Salman dan Putra Mahkota Mohammed bin Salman (MBS) sering berbicara tentang pentingnya solusi dua negara untuk Palestina dan stabilitas kawasan. Mereka juga menekankan bahwa masalah Palestina tetap menjadi prioritas utama bagi negara-negara Arab.
Yordania: Raja Abdullah II lebih tegas dalam menentang serangan terhadap Palestina dan Israel, serta menjaga posisi Yerusalem sebagai tempat suci bagi umat Islam dan tempat yang harus diakui oleh dunia sebagai ibu kota negara Palestina. Sebagai pengelola tempat-tempat suci di Yerusalem, Yordania memiliki peran penting dalam isu ini.
4. Peran Iran dan Proksi di Timur Tengah
Iran telah lama menggunakan kelompok-kelompok proksi seperti Houthi di Yaman, Hizbullah di Lebanon, dan milisi-milisi Syiah di Irak untuk memperluas pengaruhnya di kawasan dan melawan apa yang mereka anggap sebagai hegemoni Barat (terutama Amerika Serikat) dan sekutunya, termasuk Israel. Namun, serangan langsung terhadap Israel oleh Houthi, meskipun tidak mustahil dalam retorika, tidak terlalu lazim karena Houthi lebih berfokus pada Arab Saudi dan Yaman.
Jika Iran terlibat dalam eskalasi ini, itu bisa meningkatkan ketegangan antara Arab Saudi, negara-negara Teluk lainnya, dan Iran, dengan Israel mungkin menjadi bagian dari retorika yang lebih besar mengenai keamanan kawasan. Hal ini akan mengundang perhatian dari negara-negara besar dan mungkin akan memicu respons militer atau diplomatik yang lebih luas.
5. Potensi Eskalasi dan Dampaknya
Jika Houthi benar-benar melancarkan serangan terhadap Israel, ini akan sangat memperburuk situasi geopolitik di kawasan. Konflik tersebut tidak hanya akan menarik perhatian Israel dan negara-negara Barat, tetapi juga negara-negara Arab yang memiliki hubungan tegang dengan Iran, seperti Arab Saudi dan UEA.
Sebagai contoh, Raja Salman atau Raja Abdullah II bisa saja turun gunung dengan mengecam keras serangan tersebut, baik dalam forum internasional seperti PBB maupun melalui saluran diplomatik dengan negara-negara besar, untuk mencegah eskalasi yang lebih besar. Namun, ini juga bisa memaksa negara-negara Teluk untuk lebih memilih untuk meningkatkan hubungan dengan Israel untuk menghadapi ancaman yang lebih besar dari Iran dan kelompok-kelompok proksinya.
6. Pengaruh Konflik di Yaman terhadap Stabilitas Kawasan
Perang saudara di Yaman dan meningkatnya keterlibatan Iran melalui Houthi mempengaruhi stabilitas di Timur Tengah secara keseluruhan. Negara-negara Teluk yang tergabung dalam koalisi internasional yang dipimpin oleh Arab Saudi berusaha untuk mengalahkan Houthi, tetapi pertempuran ini juga mempengaruhi hubungan mereka dengan negara-negara besar, termasuk Israel, dalam konteks ketegangan dengan Iran.
Kesimpulan
Jika terjadi serangan oleh Houthi yang didukung oleh Iran terhadap Israel, ini akan menjadi lonjakan ketegangan besar di kawasan Timur Tengah. Raja-raja Arab, seperti Raja Salman atau Raja Abdullah II, kemungkinan akan memberikan reaksi keras terhadap serangan tersebut, baik melalui diplomasi internasional atau penyelesaian masalah melalui pertemuan multilateral. Selain itu, hal ini bisa mengubah dinamika politik di dunia Arab, mengarah pada perubahan hubungan dengan Israel atau bahkan memicu respons militer yang lebih besar, tergantung pada eskalasi situasi tersebut.